Selasa 06 Jul 2021 10:34 WIB Red: Muhammad Subarkah
Ketua MPR/DPR RI Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad (tidak tampak) saat menggelar konferensi pers di gedung DPR/MPR RI meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI, Senin (18/5/1998). Foto: Google,com REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Nasihin Masha, Mantan Pimred Republika. Suatu hari, saya lupa tanggal pastinya, saya sedang berada di ruangan Letjen TNI Syarwan Hamid di DPR RI. Mantan kassospol TNI itu saat itu menjabat wakil ketua DPR/MPR. Saya di ruangan Syarwan untuk mengantarkan undangan pernikahan saya. Ya, saya menikah pada 9 Mei 1998. Hanya beberapa hari sebelum kerusuhan 13-15 Mei 1998, yang berujung pada kejatuhan Soeharto pada 21 Mei 1998. Suasana politik saat saya di ruangan Syarwan itu sudah mulai panas, krisis keuangan pada 1997 berdampak krisis politik.
Selasa 06 Jul 2021 10:34 WIB Red: Muhammad Subarkah
Ketua MPR/DPR RI Harmoko, Wakil Ketua Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad (tidak tampak) saat menggelar konferensi pers di gedung DPR/MPR RI meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI, Senin (18/5/1998). Foto: Google,com REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Nasihin Masha, Mantan Pimred Republika. Suatu hari, saya lupa tanggal pastinya, saya sedang berada di ruangan Letjen TNI Syarwan Hamid di DPR RI. Mantan kassospol TNI itu saat itu menjabat wakil ketua DPR/MPR. Saya di ruangan Syarwan untuk mengantarkan undangan pernikahan saya. Ya, saya menikah pada 9 Mei 1998. Hanya beberapa hari sebelum kerusuhan 13-15 Mei 1998, yang berujung pada kejatuhan Soeharto pada 21 Mei 1998. Suasana politik saat saya di ruangan Syarwan itu sudah mulai panas, krisis keuangan pada 1997 berdampak krisis politik.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika Siapa tak kenal Harmoko kala Orde Baru dipuncak kejayaannya. Wajahnya wira-wiri nongol di layar televisi. Suara khas renyah. Dia selalu bicara setiap kali usai sidang kabinet. Pilihan bahasanya sederhana. Sangat merakyat. Yang kerapkali diomongkan kala jumpa pers itu hal-hal yang mungkin pada masa sekarang dianggap remeh-temeh. Harmoko dengan lugas bicara soal harga-harga sembako dan sayuran. Harga kol bulet, wortel tanpa daun, cabai merah keriting, bawang merah-bawang putih, garam, dan komoditas sehari-harinya lainnya disebutkan dengan fasih. Tak lupa dia mengawali semua itu dengan frase legendaris: Menurut petunjuk bapak Presiden! Kala itu juga banyak sekali mentertawakannya. Mereka yang anti rezim Orde Baru menyebut Harmoko yang merupakan menteri penerarangan dengan pleseten akronim namanya: Hari-hari omong kosong. Tapi Harmoko dengan tangkas membalasnya bila dengan mengatakan: hari-hari omong koperasi, hari-hari